Komunikasi dalam Pembelajaran
Sebagai
seorang guru komunikasi menjadi hal yang tidak bisa dielakkan. Baik
komunikasi dengan sesama guru maupun komunikasi dengan siswa.
Keberhasilam dalam berkomunikasi ini akan membawa keberhasilan dalam
pembelajaran. Beberapa jenis komunikasi ini perlu diperhatikan dalam
proses belajar mengajar di dalam kelas.
Komunikasi
efektif adalah komunikasi yang bertujuan agar komunikan dapat memahami
pesan yang disampaikan oleh komunikator dan komunikan memberikan
umpan balik yang sesuai dengan pesan. Umpan balik yang sesuai dengan
pesan tidak selalu berupa persetujuan. Komunikan dapat saja memberikan
umpan balik berupa ketidaksetujuan terhadap pesan, yang terpenting
adalah dimengertinya pesan dengan benar oleh komunikan dan komunikator
memeroleh umpan balik yang menandakan bahwa pesannya telah dimengerti
oleh komunikan. Sebagai contoh, auditor meminta data anggaran kepada
auditan. Auditan mengerti permintaan auditor, tetapi menolak memberikan
data tersebut, maka komunikasi yang terjadi telah efektif. Komunikasi
tersebut efektif, meskipun umpan balik tidak sesuai keinginan auditor,
karena pesan telah dimengerti dengan benar dan diberikan umpan balik.
Agar komunikasi efektif terjadi terdapat 2 hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
a. Keselarasan elemen-elemen komunikasi dengan pesan.
Elemen-elemen komunikasi harus mendukung isi pesan.Elemen-elemen
komunikasi tersebut adalah komunikator, encoding, saluran, decoding,
dan komunikannya. Komunikasi akan efektif jika terdapat keselarasan isi
pesan dengan elemen-elemen lain dari proses komunikasi.
b. Minimalisasi hambatan komunikasi.
Komunikasi akan efektif jika hambatan berhasil diminimalkan. Hambatan
komunikasi dapat terjadi pada tiap elemen komunikasi termasuk pada
situasi komunikasi
Berikut
ini ilustrasi ketika keselarasan elemen-elemen komunikasi tidak
diperhatikan yang mendorong komunikasi menjadi tidak efektif.
Seorang
auditor memerlukan data anggaran belanja suatu kantor. Untuk itu, dia
meminta seorang petugas kebersihan kantor tersebut untuk meminta data
anggaran belanja ke bagian keuangan. Maka, petugas kebersihan tersebut
mendatangi salah seorang staf keuangan, dan meminta anggaran belanja.
Kemudian, petugas kebersihan kembali ke tempat auditor dan menyerahkan
anggaran belanja kepada si auditor. Ketika anggaran tersebut dibaca oleh
auditor, maka yang terbaca oleh auditor adalah daftar rencana belanja
alat-alat dan bahan-bahan kebersihan satu tahun mendatang. Komunikasi
ini tidak efektif karena staf keuangan sebagai komunikan tidak memahami
pesan dengan benar. Hal ini disebabkan ketidakselarasan elemen
komunikator, yaitu petugas kebersihan, dengan isi pesan.
2. Komunikasi Empatik
Komunikasi
empatik adalah komunikasi yang menunjukkan adanya saling pengertian
antara komunikator dengan komunikan. Komunikasi ini menciptakan
interaksi yang membuat satu pihak memahami sudut pandang pihak lainnya.
Sebagai contoh, auditor meminta kerjasama dari auditan berupa penyediaan
data secara lengkap. Setelah berkomunikasi, akhirnya auditan memahami
kebutuhan auditor dan mengerti bahwa tanpa bantuannya, maka auditor akan
mengalami kesulitan dalam penyelesaian tugas. Dalam kondisi ini,
auditan telah berempati terhadap kebutuhan auditor.
Komunikasi
empatik bisa dipahami dari kata empati. Empati adalah kemampuan
seseorang untuk mengetahui apa yang dialami orang lain pada saat tertentu,
dari sudut pandang dan perspektif orang lain tersebut. Jadi komunikasi
empatik dapat menjadi sarana untuk menjalin saling pengertian antara dua
pihak. Berkaitan dengan audit, komunikasi empatik dapat dijadikan
sarana untuk menghapus salah persepsi auditan atas tujuan audit. Auditan
sering mempersepsikan pekerjaan audit sebagai pekerjaan cari-cari
kesalahan. Jika auditor berhasil mengembangkan komunikasi empatik, maka
diharapkan auditan dapat memahami bahwa tujuan utama dari audit adalah
agar auditan dapat menyelesaikan tanggung jawabnya secara lebih efektif.
Agar komunikasi empatik tercipta, maka komunikator harus memperlihatkan:
a. Ketertarikan terhadap sudut pandang komunikan. Sikap ini akan mendorong komunikan untuk lebih terbuka.
b. Sikap sabar untuk tidak memotong pembicaraan.
Banyak informasi yang didapat jika komunikator bersabar untuk memeroleh
penjelasan detail dari sudut pandang komunikan. Jika informasi yang
diperoleh telah cukup dan komunikan hanya berputar-putar menjelaskan hal
yang sama, maka komunikator perlu menyampaikan kembali pengertian yang
telah didapatnya dan menarik perhatian komunikan pada masalah
berikutnya.
c. Sikap tenang, meskipun menangkap ungkapan emosi yang kuat.
Beberapa sudut pandang bersifat sangat pribadi, sehingga saat
mengungkapkannya keterlibatan emosi tidak dapat dihindari. Sebagai
contoh, komunikan mengungkapkan kemarahannya saat menceritakan
ketidaksetujuannya terhadap suatu keputusan rapat.
d. Bersikap bebas prasangka, atau tidak evaluatif, kecuali jika sangat diperlukan.
Untuk dapat memahami sudut pandang orang lain, kita hindari sikap
evaluatif. Sikap evaluatif dapat membuat komunikan menyeleksi hal-hal
yang perlu disampaikan dan tidak, dengan pertimbangan apakah sudut
pandangnya akan diterima atau tidak, disetujui atau tidak, oleh
komunikator.
Jika
ini terjadi, maka kita tidak dapat mengerti sudut pandang komunikan
dengan benar. Sikap evaluatif diperlukan ketika komunikan mendesak
komunikator untuk menilai pandangan komunikan.
e. Sikap awas pada isyarat permintaan pilihan atau saran.
Sikap ini memperlihatkan adanya dukungan atau bantuan yang bisa
diharapkan komunikan dari komunikator. Pemberian dukungan dan bantuan
akan mengembangkan empati pada diri auditan, kesiapan untuk membalas
dukungan dan bantuan yang diterimanya.
f. Sikap penuh pengertian.
Sebagai contoh, komunikan mendesak untuk memperoleh persetujuan dari
komunikator atas sudut pandangnya. Komunikator tidak setuju. Komunikator
cukup menyatakan bahwa dia dapat mengerti sudut pandang tersebut, tidak
perlu menyatakan persetujuan atau ketidaksetujuannya.
3. Komunikasi Persuasif.
Komunikasi persuasif dapat dilihat sebagai derajat interaksi yang lebih tinggi dibanding
komunikasi efektif dan empatik. Komunikasi persuasif bertujuan untuk
membuat komunikan memberikan umpan balik sesuai keinginan komunikator.
Pengertian persuasif sendiri adalah perubahan sikap akibat paparan
informasi dari pihak lain. Dalam audit, komunikasi persuasif banyak
digunakan, mulai dari permintaan kesediaan auditan untuk membantu
kelancaran audit, hingga mendorong auditan untuk melaksanakan
rekomendasi audit.
Agar
komunikasi persuasif terjadi, maka komunikator perlu mengembangkan
komunikasi efektif dan empatik. Komunikasi persuasif dapat dikembangkan
melalui:
a. Kejelasan penyampaian pesan. Agar
pesan dapat tersampaikan dengan jelas, maka perlu memerhatikan
keselarasan elemen-elemen komunikasi dan meminimalkan hambatan
komunikasi.
b. Pemahaman sudut pandang dan keinginan komunikan.
Komunikator dapat meminta komunikan melakukan sesuatu sesuai keinginan
komunikator, hanya jika, komunikan melihat bahwa tindakan tersebut
sesuai dengan keinginan si komunikan sendiri. Untuk mengetahui sudut
pandang komunikan dan keinginan auditan, komunikasi empatik dapat
dilaksanakan terlebih dahulu, sebelum meningkatkannya menjadi komunikasi
persuasif.
Dari
uraian tentang komunikasi persuasif, kita dapat mengambil suatu
kesimpulan bahwa syarat komunikasi persuasif adalah kemampuan untuk
berkomunikasi secara efektif dan empatik. Komunikasi-komunikasi ini
dapat dikembangkan jika auditor memiliki keterampilan untuk menyusun dan
menyampaikan pesan dalam kode verbal dan nonverbal, serta keterampilan
mendengarkan.
Sumber: http://baktimu.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar